Tiba tiba terlintas kenangan masa kecilku. Kenangan berupa potongan-potongan gambar yang berusaha aku rangkai karena terlalu lama terbengkalai. Kenangan tentang sekelumit pengalamanku hidup di Desa Kalisalak, Kecamatan Kebasen Kabupaten Banyumas. Tempat dimana aku menghirup udara pertama kali. Disana pula suara tangisku pertama kali terdengar.
Dalam ingatanku, Desa
Kalisalak adalah desa yang indah. Rumah yang paling aku ingat adalah rumah
Simbah disana. Rumah khas perdesaan yang terbagi menjadi tiga bagian. Rumah
depan, tengah dan belakang menyatu menjadi satu. Rumah itu keseluruhan terbuat
dari kayu, tanpa halaman seingatku. Sebenarnya ada juga halamannya, akan
tetapi menurutku kurang tepat kalau disebut halaman. Rumah simbah sebenarnya
dipinggir jalan, akan tetapi terkesan agak masuk ke dalam karena terdapat jalan
menuju rumah.
Memasuki jalan menuju rumah
simbah dari jalan, pagar masih berupa tanaman, teh-tehan mungkin. Tanaman itu
memagari pekarangan depan hingga jalan masuk menuju pintu utama. Tepat pada
jalan masuk bagian kiri dan kanan terdapat dua buah batu hitam tempat favoritku
duduk-duduk sambal melihat orang lalu lalang. Jalan masuk masih berupa tatanan
batu-batu sampai dengan emperan rumah yang tidak lebar. Jalan masuk itu
langsung menuju pintu utama rumah depan.
Rumah bagian depan
merupakan tempat dimana keluarga berkumpul. Saat memasuki rumah, dibagian kanan
terdapat dipan yang biasa digunakan untuk sekedar ngobrol dengan keluarga
bahkan dengan tamu yang datang. Kemudian disebelahnya terdapat sepasang kursi
panjang berhadap-hadapan membelakangi dipan, lengkap dengan meja besar panjang.
Di kursi ini biasanya Simbah duduk, ngobrol, tidur bahkan sholat. Pada bagian
kiri, aku sudah lupa ada apa. Satu set kursi tamu mungkin. Dinding rumah depan
adalah bagian kesukaanku. Dinding rumah depan seakan terbagi menjadi tiga
bagian. Bagian bawah, tengah dan atas.
dengan jendela yang
panjang. Mungkin tidak tepat dikatakan sebagai jendela. Lebih bisa dikatakan dinding
rumah itu pada bagian bawah tertutup papan. Kemudian pada bagian tengah dinding
seakan memotong bagian atas dengan bagian bawah dinding berupa teralis dari
kayu mulai dari sisi rumah bagian kanan, depan sampai kiri.
Menuju rumah bagian tengah,
pintu juga tepat ditengah-tengah. Disebelah kanan terdapat meja dan sebuah
kamar tidur, sedangkan disebelah kiri terdapat dua kamar tidur. Setelah itu,
tepat ditengah juga terdapat pintu yang menuju rumah dapur lanjut keluar menuju
kamar mandi.
Keluar dari rumah, menuju jalan,
menuju ke kanan. sebelah kiri terdapat satu rumah setelah itu terdapat jalan ke
sungai. Sungai berbatu kecil yang sangat jernih airnya. Sungai itu adalah salah
satu tempat bermainku. Kemudian kalau dari rumah berjalan menuju kekiri,
setelah satu rumah, terdapat perempatan. Pojok perempatan itu terdapat warung
dimana aku dibelikan pecel yang sangat nikmat. Perempatan itu, kalau ke kanan
maka menuju masjid, ke kiri entah kemana aku lupa, tetapi yang jelas melewati
jalur itu aku menuju rumah saudara-saudara disana. Kemudian lurus maka akan
menuju Kaliontong dan terus naik ke perbukitan maka akan menuju ke air terjun
nan indah yang bernama Curug Song.
Kenangan
akan keadaan saat itu, adalah kenangan indah masa kecilku yang sekarang semakin
buram, menghilang dari ingatanku. Terlebih, rumah simbah yang dulu sekarang
sudah tidak ada lagi. Ingin aku kembali kepada masa-masa itu, dimana aku hanya
merasakan damai, tentram dan bahagia.(post ini dipublikasikan setelah sekian lama mendekam di draft yang entah kapan aku menulisnya)
Komentar
Posting Komentar